Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2013

Dialog Yohanes dengan Ulama Mazhab Yang Empat (Bagian 3)

Sesungguhnya kelompok Mu’tazilah, mereka itu adalah ahli fakir. Dari mereka inilah manusia belajar tentang ilmu ini, dan mereka itu adalah murid-muridnya. Karena guru besar mereka yang bernama Washil bin ‘Atha adalah murid Abi hasyim Abdullah bin Muhammad ibn al-Hanafiyyah,[1] sementara Abi Hisyam Abdullah adalah murid ayahnya, dan ayahnya adalah murid ‘Ali bin Abi Thalib kw. Adapun kelompok Asy’ari, mereka itu berakhir kepada Abu Hasan al-Asy’ari. Dia adalah murid dari Abu ‘Ali al-Juba’i, dan Abu ‘Ali al-Juba’i adalah murid Washil bin ‘Atha.[2] Adapun kelompok Imamiyyah dan Zaidiyyah, bermuara mereka kepadanya amat jelas sekali. Adapun dalam bidang ilmu fikih, dia itu adalah pokok dan dasarnya. Seluruh fakih di dalam Islam menisbahkan diri mereka kepadanya. Adapun Malik, dia mengambil fikih dari Rabi’ah ar-Ra’y, sementara Rabi’ah ar-Ra’y mengambil dari ‘Ikrimah, ‘Ikramah mengambilnya dari Abdullah, dan Abdullah mengambilnya dari ‘Ali As. Adapun Ab

Dialog Yohanes dengan Ulama Mazhab Yang Empat (Bagian 2)

Yohanes berkata, `Maka mereka pun berdiri, lalu berpisah dan kemudian tidak keluar dari rumah masing-masing selama seminggu. Tatkala mereka keluar rumah, masyarakat mengecam mereka. Setelah beberapa hari kemudian mereka pun berdamai dan berkumpul di mustanshiriyyah , dan saya pun duduk dan berbincang-bincang kembali bersama mereka. Saya berkata kepada mereka, `Saya menginginkan seorang ulama dari kalangan ulama rafidhi (Syi`ah), supaya kita berdialog dengannya tentang mahzabnya. Apakah Anda bersedia mendatangkan seorang dari mereka untuk kita berdialog dengan-nya?` Ulama-ulama mahzab yang empat itu berkata, “Wahai Yohanes, kelompok Rafidhah itu jumlahnya sedikit. Mereka tidak bisa menampakkan diri di tengah-tengan kaum Muslimin, karena sedikitnya jumlah mereka, dan juga karena banyaknya musuh mereka. Mereka tidak akan menampakkan diri, apalagi dapat berdebat dengan kita tentang mahzab mereka. Mereka itu sangat sedikit jumlahnya dan sangat banyak musuhnya.” Y

Dialog Yohanes dengan Ulama Mazhab Yang Empat (Bagian 1)

Dialog Yohanes dengan Ulama Mazhab Yang Empat (Bagian 1) Dialog ini merupakan dialog yang indah. Para pembaca hendaknya merenungi berbagai hujjah yang kokoh dan bijaksana yang terdapat dalam dialog ini. Saya menukil dialog ini dari kitab  Munadzarah fi al-Imamah , karya Abdullah Hasan. Yohanes berkata, “Ketika saya melihat berbagai perselisihan di kalangan para sahabat besar, yang nama-nama mereka disebut bersama nama Rasulullah di atas mimbar, hati saya menjadi resah dan gelisah, dan hampir saya mendapat musibah dalam agama saya. Maka saya pun bertekad untuk pergi ke Baghdad, yang merupakan kubah Islam, untuk menanyakan berbagai perselisihan yang terjadi di antara para ulama kaum Muslimin yang saya lihat, supaya saya dapat mengetahui kebenaran dan mengikutinya. Ketika saya berkumpul dengan para ulama dari mahzab yang empat saya berkata kepada mereka, `Saya adalah seorang  dzimmi , dan Allah Swt telah menunjukkan saya kepada Islam, maka saya pun memeluk Islam.

APAKAH BERTAWASSUL ITU SYIRIK ???

  Apakah menurut akal dan dalil-dalil berupa ayat-ayat Al-Qur’an dan riwayat serta ketetapan Rasulullah Saw bertawasul kepada para nabi dan wali-wali Allah Swt merupakan perbuatan syirik? Karena: Pertama, menurut akal sehat kita, penciptaan adalah khusus milik Tuhan dan segala macam dampak dan pengaruh dalam wujud adalah milik-Nya semata. Al-Qur’an juga menekankan pernyataan ini dan di dalamnya kita sering membaca ayat ini: “… Allah adalah pencipta segala sesuatu …” [1] Dengan demikian, di antara sebab dan akibat tidak ada hubungan pemberian dampak dan pengaruh; hanya saja telah menjadi sunnah Tuhan untuk meciptakan segala akibat setelah terciptanya sebab-sebabnya dan menciptakan dampak dan pengaruh setelah terciptanya pemilik dampak dan pengaruh tersebut. Misalnya, Tuhan menciptakan terbakarnya kayu setelah sampainya api kepada kayu tersebut; tanpa harus ada hubungan antara keduanya. Dan oleh karenanya, menganggap para nabi dan wali sebagai ma