“ Jangan kau tanyakan apa yang telah negara
berikan kepadamu,tapi tanyakanlah apa yang telah kau berikan kepada negara” -
Ir.H. Ahmad Soekarno (HC) -
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(QS. Ibrahim [14]: 7).
Sejak reformasi bergulir mulai 1998 hingga
sekarang kebebasan untuk bersuara dan menyampaikan pendapat di muka umum dalam
berbagai macam aliansi yang berdasarkan ideologi tertentu mulai dari
ormas–ormas dan berbagai macam partai politik yang “menjamur “ bagai jamur di
musim hujan, KAMMI, KB UI - KAM - JAKARTA - JAM J ,DKM - Jakarta, FIMA-, GENERASI 98', KMBJ (HIKMAHBUDHI) t FKPI,STAB Nalanda,PMII, adapun partai politik peserta pemilu 1998 48
partai politik,diantaranya PDI-P,PKB, PBB,GOLKAR,PPP. baik yang bermotif agama,nasionalisme,sosialisme
dan lain sebagainya. Bisa kita sebutkan mungkin diantaranya Hal ini memang
telah dijamin dan diakui keberadaannya lewat amandemen konstitusi kenegaraan
kita UUD 1945 sejak tahun 1999 – 2001 Di dalam UUD 1945 dalam pasal 28E yang
berbunyi : “ Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat “... hal ini juga bagian dari upaya adopsi hukum
interenasional yang berasal dari Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi
Manusia Perserikatan Bangsa – Bangsa ke dalam sistem hukum nasional dari UUD
1945 yang diakui sebagai grundrom (stuffenbautheori
Hans Kelsen,aliran hukum murni) yang diakui sebagai norma dasar, sampai kepada
aturan perundang-undangan di bawahnya antara lain :
1. Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang
tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
2. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
Pers.
3. Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik.[1]
4. UU No 17 TAHUN 2013 tentang ORMAS.
Hal – hal diatas merupakan bukti keseriusan
Indonesia sebagai negara berdaulat yang menjadi bagian dari masyarakat
internasional dan anggota tetap PBB untuk juga menerima konsekwensi dari
globalisasi dan modernisasi sejak berakhirnya perang dingin 1999 dan keruntuhan
Uni Soviet yang diakhiri “ kemenangan” Amerika Serikat dengan ideologi
kebebasan dan demokrasi yang menjalar hingga ke negara – negara berkembang di
kawasan Asia dan sekitarnya. Fenomena ini tentu berdampak bagi suasana sosial,
politik hukum,budaya dan keamanan dalam negeri,salah satunya adalah banyaknya
bermunculan partai – partai,ormas,dan perkumpulan – perkumpulan bak jamur di
musim hujan,sebagai ekspresi antusiasme masyarakat kita terhadap angin
reformasi dan berkembangnya demokrasi terlebih setelah runtuhnya orde baru. Berbagai
aksi – aksi dan demonstrasi seakan akan sudah menjadi budaya baru di kalangan
masyarakat negeri ini yang berorientasi kepada isu – isu terkini maupun yang
memperjuangkan nilai – nilai idelis yang di tujukan kepada pemerintah selaku
penyelenggara negara dan pemegang amanat rakyat serta Pancasila, konstitusi
NKRI warisan para founding fathers kesemuanya yang berlangsung damai,bentrok,bahkan
anarkisme dan vandalistis.
Tak terkecuali pada penghujung tahun 2016 dan
awal 2017 yang menurut penulis aksi – aksi yang digelar dalam bentuk orasi dan
acara keagamaan seagai reaksi berbau kasuistik yakni perihal kejadian di
Kepaulauan seribu yang berisi pernyataan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ( Gubernur
DKI) dihadapan warga Pulau Pramuka dalam rangka sambutan kunjungan kerjanya ke
tempat itu yang mengutip ayat al Quran sebagi kitab suci surat almaidah ayat 51
berisikan larangan memilih pemimpin Non Muslim atau Kafir yang menurut beliau(
Ahok) banyak di politisasi oleh berbagai oknum politisi untuk kepentingan
politik menjelang pilkada DKI Jakarta. Peristiwa ini lah yang kemudian menimbulkan banyak reaksi
pro kontra dan dikeluarkannya Fatwa MUI pusat tentang Ahok yang telah
menistakan agama lewat penghinaan terhadap Alqur’an dan tanggapan keras dari berbagai kalangan internal umat islam yang merasa
kitab sucinya telah dilecehkan dan agamanya di nistakan, dan ulama -ulama nya,politisi,tokoh
bangsa,dan terutama lawan- lawan politik Ahok yang sejak awal tidak suka kepadanya
yang kemudian tergabung dalam Gerakan Pengawal Fatwa MUI dan dikomandoi oleh
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI),tak lupa ulama ulama yang sudah dikenal
masyarakat luas semisal KH Arifin Ilham,
Aa Gym dan lain lain. Mereka menuntut Ahok untuk meminta maaf dan diproses
secara hukum bahkan di masukan ke bui, ,hingga kemudian terjadilah serentetan
aksi aksi lanjutan mulai dari 4 november
2016 (412),2 desember 2016 (212),12 januari 2017 (121) dan yang terbaru 11
Februari 2017 ( 112) yang di kenal sebagai Aksi Bela Islam I,II,III dan Aksi
Bela Ulama berbarengan dengan penetepan
ahok sebagai tersangka oleh Bareskrim POLRI dan berkasnya langsung di limpahkan ke kejaksaan,penulis
menilai meski kasus penistaan agama oleh Ahok sebagai kategori tindak pidana
umum dan bukan extraordinary crime prosesnya sangat cepat dan ekstra kilat bahkan
sang tersangka Ahok tidak diberikan kesempatan untuk mengajukan praperadilan
atas statusnya ,berbeda dengan Buni Yani yang mengunggah video tersebut ke
jejaring social dan akhirnya viral. Cukup disini ulasan tentang kasus Ahok yang
menuai aksi umat islam dan menita perhatian netizen di dunia maya dan
masyarakat luas,penulis kemudian dapat menyimpullkan bahwa aksi aksi yang di
jelaskan diatas bersifat kasuistik dan kental dengan aroma politik daripada perjuangan “membela
agama “.
Penulis menganalisa kenapa protes masih
sering terjadi di negeri ini,apakah memang rayat Indonesia sudah semakin kritis
dan peka terhadap situasi politik,hokum,social,dan lain lain.?? Berikut jawabannya
:
1.
Masyarakat
kita kebanyakan masih terbiasa banyak meminta dan menuntut daripada menghasilkan dan memberi kepada
semua dan berkontribusi terhadap negara dan bangsa .
2.
Kaum
muda idealis dan pelurus amanat reformasi masih belum secara detail memahami
hakikat perjuangan dan nilai- nilai yang harus dijalankan untuk konteks saat
ini,dan yang akibatnya banyak yang
secara terang – terangan ikut ikutan banyak yang belum tentu sesuai
dengan nilai – nilai yang di yakininya.
3.
Banyak
tersebarnya berita – berita dan informasi bohong yang menyesatkan masyarakat
terutama semenjak semakin canggihnya teknologi, tanpa melakukan klarifikasi dan
konfirmasi kebenarannya hingga kemudian langsung terpancing dengan emosi yang
kemungkinan sengaja disulut oleh berbagai kepentingan pihak global untuk
memecah belah persatuan bangsa dan meruntuhkan NKRI.
Itulah Analisa penulis sementara masih
membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak dan semoga bermanfaat bagi
pembaca.
Allah Maha Tahu Segalanya
Komentar
Posting Komentar